
Setiap daerah di Indonesia memiliki hidangan khas yang menjadi kebanggaan lokal. Di Makassar, Sulawesi Selatan, Coto Makassar bukan hanya makanan, tetapi juga bagian dari identitas budaya yang diwariskan turun-temurun. Kuahnya yang kental, aroma rempah yang kuat, dan potongan daging sapi yang lembut membuat hidangan ini selalu dicari para pencinta kuliner. Tak berlebihan jika banyak orang menyebut Coto Makassar sebagai “semangkuk sejarah dalam rasa”.
Coto Makassar lahir dari tradisi panjang masyarakat Bugis-Makassar yang menjunjung tinggi nilai kebersamaan. Menurut cerita lokal, makanan ini sudah dikenal sejak masa Kerajaan Gowa-Tallo. Saat itu, Coto hanya disajikan di lingkungan istana sebagai makanan khusus bagi bangsawan dan prajurit kerajaan.
Seiring berjalannya waktu, resep Coto menyebar ke masyarakat umum. Namun, cita rasa aslinya tetap terjaga berkat racikan rempah yang tetap setia dipertahankan oleh para penjualnya. Dalam satu mangkuk Coto, ada sekitar 40 jenis rempah yang berpadu, seperti jintan, ketumbar, kayu manis, cengkeh, dan serai. Semua rempah itu direbus bersama daging sapi hingga empuk, menciptakan kuah kental yang menggugah selera sejak sendok pertama.
Menyiapkan Coto Makassar membutuhkan waktu dan ketelitian. Para juru masak biasanya mulai dari merebus daging sapi dan jeroan hingga empuk, lalu mencampurkannya dengan bumbu kacang tanah halus. Inilah yang membuat tekstur kuahnya lebih pekat dibanding soto dari daerah lain.
Proses memasak ini bukan hanya soal teknik, tetapi juga tentang kesabaran. Api harus dijaga tetap kecil agar bumbu meresap sempurna. Sementara itu, daging dipotong dengan ukuran sedang agar tetap empuk saat disajikan. Tidak heran, aroma rempah Coto yang sedang dimasak sering tercium dari kejauhan — tanda bahwa warung sudah siap melayani pengunjung.
Tak ada Coto Makassar tanpa ketupat dan sambal tauco. Kombinasi keduanya menjadi ciri khas yang tak bisa dilepaskan dari kuliner ini. Ketupat berfungsi menyeimbangkan rasa gurih dari kuah dan daging, sementara sambal tauco memberi sentuhan pedas manis yang khas.
Tauco di Makassar berbeda dari daerah lain. Ia dibuat dari fermentasi kacang kedelai yang menghasilkan aroma tajam namun lezat ketika berpadu dengan rempah Coto. Ketika semua elemen ini bersatu di mulut, muncul harmoni rasa yang sulit dijelaskan selain dengan satu kata: nikmat.
Coto Makassar tak hanya dinikmati sebagai makanan, tetapi juga bagian dari kegiatan sosial masyarakat. Banyak warga lokal yang menjadikannya menu utama saat acara keluarga, pesta pernikahan, atau syukuran. Di warung-warung tradisional, orang-orang sering berkumpul menikmati Coto sambil berbincang ringan.
Momen seperti ini mencerminkan karakter orang Makassar yang terbuka, hangat, dan gemar berbagi. Menyantap Coto berarti ikut merasakan kebersamaan yang menjadi bagian dari budaya mereka.
Popularitas Coto Makassar kini menembus batas daerah. Banyak perantau Bugis-Makassar yang membuka warung Coto di berbagai kota besar seperti Jakarta, Surabaya, hingga Yogyakarta. Meski rasa tiap warung berbeda, semangat menjaga cita rasa autentik tetap menjadi kebanggaan.
Namun, bagi pencinta kuliner sejati, mencicipi Coto langsung di kota asalnya adalah pengalaman yang tak tergantikan. Suasana warung tradisional, aroma kuah hangat, dan sambutan ramah penjual menjadi pelengkap rasa yang sulit dilupakan.
Salah satu tempat paling terkenal untuk mencicipi Coto Makassar autentik adalah Coto Nusantara, warung legendaris yang sudah berdiri sejak tahun 1970-an. Tempat ini hampir selalu ramai, baik oleh warga lokal maupun wisatawan.
📍 Alamat: Jl. Nusantara No. 32, Kecamatan Wajo, Kota Makassar, Sulawesi Selatan
🕒 Jam buka: 06.00 – 22.00 WITA
💰 Harga: Sekitar Rp25.000 – Rp35.000 per porsi
Di sini, setiap mangkuk disajikan dengan ketupat lembut dan sambal tauco buatan sendiri. Dagingnya empuk, kuahnya pekat, dan aromanya menggoda. Banyak pengunjung menganggap Coto Nusantara sebagai “standar rasa” ketika membandingkan Coto di tempat lain.
Selain Coto Nusantara, beberapa tempat lain yang juga populer antara lain:
Setiap tempat menawarkan racikan khas masing-masing, namun semuanya punya satu kesamaan: kuah gurih kental yang membuat lidah tak berhenti ingin mencicipi.
Untuk mendapatkan pengalaman terbaik, coba nikmati Coto dengan gaya orang Makassar. Pertama, pesan Coto dengan campuran daging dan jeroan, karena itulah cita rasa aslinya. Kedua, tambahkan sedikit sambal tauco dan perasan jeruk nipis agar rasa semakin segar. Ketiga, jangan lupa makan bersama ketupat hangat, karena ketupat membantu menetralkan rasa gurih kuah yang pekat.
Selain itu, nikmatilah suasana warungnya. Duduk di meja kayu sederhana sambil mencium aroma kuah yang mengepul adalah pengalaman yang memberi sensasi nostalgia — seolah kamu sedang ikut dalam sejarah panjang kuliner Makassar.
Meski berakar dari tradisi lama, Coto Makassar tetap relevan di era modern. Banyak restoran kini menyajikan versi lebih ringan dengan tampilan modern, tanpa mengubah resep dasar. Beberapa bahkan menawarkan pilihan daging tanpa lemak atau kuah rendah minyak, untuk menyesuaikan selera generasi muda.
Namun, di balik semua inovasi itu, esensi Coto tetap sama: kuah rempah pekat dan daging sapi lembut yang menyatukan orang dari berbagai latar belakang di satu meja makan. bukti bahwa cita rasa tradisional tak pernah lekang oleh waktu, asalkan tetap dirawat dengan cinta.
Coto Makassar bukan sekadar kuliner khas Sulawesi Selatan, melainkan simbol sejarah, kebersamaan, dan kehangatan. Setiap suapan menghadirkan cerita panjang tentang budaya Bugis-Makassar yang kuat dan bangga pada identitasnya.
Dari aroma rempah yang menembus hidung, kuah kental yang menenangkan, hingga sambal tauco yang menggigit, semuanya berpadu menciptakan harmoni rasa yang sulit ditandingi. Tak heran, siapa pun yang berkunjung ke Makassar pasti tak ingin pulang sebelum mencicipinya.
Jadi, ketika kamu berada di Makassar, sempatkan diri menikmati semangkuk Coto Makassar asli. Karena dalam setiap mangkuknya, tersimpan jejak sejarah, cita rasa, dan cinta pada kuliner Nusantara yang sesungguhnya.