
Papeda bukan sekadar makanan, melainkan simbol kebersamaan masyarakat di bagian timur Indonesia. Di Ternate, kuliner ini hadir bukan hanya untuk mengenyangkan perut, tetapi juga mempererat ikatan keluarga dan komunitas. Teksturnya yang kenyal, rasa kuah ikan kuning yang gurih, serta tradisi menyantapnya bersama-sama menjadikan Papeda sebagai salah satu kuliner paling autentik di Maluku Utara.
Ternate sejak dulu dikenal sebagai Kota Rempah, tempat bertemunya berbagai budaya dan rasa. Di tengah kekayaan kuliner rempah itu, Papeda menempati posisi istimewa. Makanan ini telah ada jauh sebelum masa kolonial, ketika masyarakat lokal menggantungkan hidup pada pohon sagu. Sagu menjadi sumber karbohidrat utama, layaknya nasi di Jawa atau jagung di Nusa Tenggara. Dari hasil olahan sagu inilah lahir Papeda — bubur kental berwarna bening yang menjadi kebanggaan masyarakat Ternate dan Maluku.
Papeda tidak membutuhkan banyak bahan, tetapi membutuhkan keterampilan dan kesabaran. Masyarakat mengolah batang pohon sagu dengan cara tradisional: memeras seratnya hingga menghasilkan pati sagu, lalu mengendapkannya selama berjam-jam. Dari proses alami itu, dihasilkan tepung sagu murni yang kemudian dimasak dengan air mendidih hingga berubah menjadi bubur kental dan transparan.
Papeda memiliki makna sosial yang dalam. Di banyak daerah di Maluku, hidangan ini selalu hadir dalam acara keluarga, perayaan, hingga pertemuan adat. Menyantap Papeda tidak bisa dilakukan sendirian; ia harus dinikmati bersama-sama dalam satu wadah besar. Masing-masing orang menggunakan sumpit bambu panjang untuk menggulung sagu, lalu mencelupkannya ke dalam kuah ikan kuning yang harum rempah.
Tradisi ini bukan sekadar cara makan, tetapi juga simbol persaudaraan. Saat keluarga duduk melingkar di sekitar piring besar Papeda, percakapan mengalir hangat. Tidak ada perbedaan status, semua setara di meja makan. Filosofi itu menggambarkan nilai gotong royong dan keakraban yang telah mengakar kuat di masyarakat timur Indonesia.
Bagi yang baru pertama kali mencoba, tekstur Papeda bisa terasa unik. Bubur sagu ini kenyal dan licin, hampir seperti lem kental, tetapi sangat lembut di lidah. Rasa dasarnya netral, sehingga tergantung sepenuhnya pada kuah pendampingnya. Di Ternate, Papeda selalu disajikan dengan kuah ikan kuning yang kaya bumbu.
Kuah ini biasanya terbuat dari ikan tongkol, kakap, atau mubara (ikan kue), dimasak dengan campuran kunyit, serai, daun jeruk, cabai, dan perasan jeruk nipis. Warna kuningnya cerah, menggoda, dan memunculkan aroma khas yang menggugah selera. Saat Papeda dicelupkan ke dalam kuah panas, aroma rempah langsung menyeruak — menciptakan perpaduan rasa gurih, segar, dan sedikit asam.
Setiap suapan membawa sensasi unik: lembutnya sagu berpadu dengan pedas-gurih ikan, menghadirkan pengalaman kuliner yang benar-benar berbeda dari makanan Indonesia lainnya.
Ada cara khusus untuk menikmati Papeda. Orang Ternate tidak menggunakan sendok atau garpu, melainkan dua batang sumpit bambu panjang. Sumpit ini digunakan untuk menggulung Papeda dari wadah besar hingga membentuk gulungan kecil yang bisa dicelupkan ke kuah ikan. Teknik ini terlihat sederhana, tetapi membutuhkan latihan agar Papeda tidak jatuh atau terlalu banyak menempel di sumpit.
Momen ini sering menjadi daya tarik bagi wisatawan. Banyak pengunjung yang mencoba menggulung Papeda sambil tertawa karena sulit mengendalikannya. Namun, justru di situlah letak keseruannya — sebuah pengalaman makan yang mengundang kebersamaan dan tawa.
Jika kamu ingin mencicipi cita rasa Papeda autentik, kunjungilah Rumah Makan Ratu Sagu di pusat Kota Ternate. Tempat ini sudah terkenal di kalangan warga lokal maupun wisatawan sebagai salah satu penyaji Papeda terbaik di Maluku Utara.
📍 Alamat: Jl. Mononutu No. 45, Kelurahan Gamalama, Kota Ternate, Maluku Utara
🕒 Jam buka: 10.00 – 21.00 WIT
💰 Harga: Sekitar Rp25.000 – Rp35.000 per porsi
Di sini, pengunjung bisa memilih sendiri jenis ikan untuk kuah kuningnya — mulai dari ikan kakap merah hingga tongkol segar. Setiap pesanan disajikan hangat dengan tambahan sambal colo-colo khas Maluku, yang terbuat dari irisan cabai rawit, bawang merah, dan perasan jeruk limau.
Selain Ratu Sagu, beberapa tempat lain yang juga terkenal antara lain Warung Papeda Ternate Asli di Jl. Kalumpang dan RM Papeda Mama Yanti di kawasan Jatiland. Masing-masing warung menawarkan nuansa berbeda, tetapi tetap mempertahankan cita rasa tradisional yang kuat.
Papeda tidak hanya mengenyangkan perut, tetapi juga mengajarkan makna mendalam tentang kehidupan. Teksturnya yang lentur melambangkan kemampuan masyarakat Maluku untuk beradaptasi dalam berbagai situasi. Sementara kuah ikan kuning yang kaya rempah menggambarkan kekayaan alam laut dan budaya rempah Ternate yang telah terkenal sejak abad ke-15.
Dalam setiap perayaan, Papeda selalu hadir sebagai tanda syukur. Makanan ini mengingatkan masyarakat akan pentingnya menjaga keseimbangan antara manusia dan alam, antara tradisi dan kehidupan modern. Karena itulah, meski restoran cepat saji semakin banyak, Papeda tetap bertahan sebagai bagian tak terpisahkan dari identitas kuliner Ternate.
Seiring berkembangnya waktu, banyak restoran di Ternate mulai menghadirkan Papeda dalam tampilan modern. Beberapa tempat menambahkan topping seperti sambal roa, sayur bunga pepaya, atau bahkan ikan bakar sebagai pelengkap. Namun, rasa dan filosofi dasarnya tetap sama: Papeda adalah simbol kehangatan dan kebersamaan.
Bagi wisatawan, menyantap Papeda di Ternate bukan hanya menikmati makanan, tetapi juga memahami cara hidup masyarakat timur yang sederhana dan penuh makna. Tradisi makan bersama yang melekat pada Papeda menjadi cermin budaya Indonesia yang menjunjung tinggi rasa saling menghargai.
Papeda mungkin terlihat sederhana, namun ia menyimpan kekuatan luar biasa dalam membangun kebersamaan. Di setiap rumah, di setiap acara adat, hingga di warung-warung kecil di tepi jalan, Papeda selalu hadir dengan makna yang sama: kehangatan dan persaudaraan.
Melalui Papeda, masyarakat Ternate mengajarkan bahwa makan bukan hanya soal rasa, tetapi juga tentang menghargai proses, kebersamaan, dan asal-usul. Tak heran, siapa pun yang pernah mencicipinya akan selalu mengingat sensasi lembut sagu yang berpadu dengan kuah kuning hangat — rasa yang seolah menceritakan kisah panjang kehidupan di Tanah Rempah.
Papeda Ternate adalah potret keindahan kuliner timur Indonesia: sederhana namun sarat makna, tradisional tetapi tetap relevan hingga kini. Ia menjadi bukti bahwa makanan dapat menyatukan manusia melampaui perbedaan. Dalam setiap gulungan sagu dan percikan kuah ikan kuning, tersimpan pesan tentang kebersamaan, cinta keluarga, dan rasa syukur atas alam yang melimpah.
Bagi siapa pun yang berkunjung ke Ternate, menikmati semangkuk Papeda bukan sekadar mencicipi makanan khas — tetapi ikut merasakan denyut kehidupan masyarakat timur yang hangat, ramah, dan penuh rasa. Sebuah pengalaman yang akan terus melekat, lama setelah perjalanan berakhir.