Perjalanan spiritual ke makam para wali selalu memiliki daya tarik tersendiri di Indonesia. Salah satu tujuan ziarah yang terkenal adalah Makam Sunan Muria di Colo, Kudus, Jawa Tengah. Lokasinya berada di lereng Gunung Muria dengan ketinggian sekitar 1.600 meter di atas permukaan laut. Untuk mencapainya, pengunjung harus menapaki ratusan anak tangga yang menanjak melewati deretan pedagang dan jalan berbatu. Walau cukup menantang, setiap langkah terasa bermakna karena udara pegunungan yang sejuk dan suasana religius yang menenangkan.
Banyak peziarah datang dari berbagai daerah, membawa niat dan harapan yang beragam. Ada yang ingin berdoa, menenangkan hati, atau sekadar menapaktilasi jejak dakwah sang wali. Setiap perjalanan menuju puncak bukan sekadar fisik, tetapi juga perjalanan batin yang penuh makna.
Sunan Muria, atau Raden Umar Said, merupakan salah satu anggota Wali Songo yang memiliki peran penting dalam penyebaran Islam di Jawa. Beliau dikenal karena pendekatannya yang lembut dan bijak. Alih-alih berdakwah di kota besar seperti wali lainnya, Sunan Muria memilih daerah pedalaman dan pegunungan. Ia ingin menyebarkan ajaran Islam kepada masyarakat desa dengan cara yang sederhana dan mudah dipahami.
Dalam dakwahnya, beliau menggunakan seni dan budaya sebagai media pengajaran. Gamelan, tembang Jawa, dan tradisi lokal dijadikan sarana untuk menyampaikan nilai-nilai Islam tanpa menimbulkan benturan budaya. Pendekatan yang halus dan penuh kasih ini membuat ajarannya diterima luas dan menjadi fondasi spiritual masyarakat sekitar hingga kini.
Setibanya di area utama makam, pengunjung akan disambut udara dingin pegunungan dan suasana damai yang sulit ditemukan di tempat lain. Bangunan cungkup makam bergaya arsitektur Jawa tradisional dengan atap limasan dan ukiran kayu halus. Di dalamnya, makam Sunan Muria terbalut kain putih bersih, menjadi pusat doa dan penghormatan bagi ribuan peziarah yang datang setiap hari.
Banyak pengunjung terlihat khusyuk membaca tahlil, bershalawat, atau sekadar duduk berdiam diri menikmati ketenangan. Tidak ada keramaian yang berlebihan, hanya desiran angin dan lantunan doa yang menenangkan hati. Suasana ini membuat setiap orang merasa lebih dekat dengan Sang Pencipta.
Sunan Muria dikenal sebagai sosok yang sederhana dan rendah hati. Ia hidup di tengah masyarakat, membantu mereka bertani, berdagang, dan belajar. Sikapnya yang membumi membuat ajaran-ajarannya mudah diterima. Nilai-nilai kesederhanaan ini masih terasa kuat di masyarakat Colo hingga sekarang.
Tradisi gotong royong dan kebersamaan tetap hidup di desa-desa sekitar Gunung Muria. Misalnya, setiap musim panen, warga mengadakan kenduri kecil sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan. Mereka berdoa bersama, berbagi makanan, dan mempererat tali silaturahmi. Semangat kebersamaan ini menjadi warisan nyata dari ajaran sang wali yang menekankan pentingnya keseimbangan antara spiritualitas dan kehidupan sosial.
Bagi banyak orang, ziarah ke makam Sunan Muria bukan hanya perjalanan religius, tetapi juga perjalanan untuk menemukan diri sendiri. Saat mendaki jalur panjang menuju makam, para peziarah sering merenungkan makna hidup, kesabaran, dan keteguhan hati. Setiap langkah menuju puncak menggambarkan perjuangan manusia dalam mencari jalan menuju kebaikan.
Rasa lelah di perjalanan biasanya terbayar lunas begitu tiba di atas. Angin pegunungan yang sejuk, pemandangan perbukitan hijau, dan kabut tipis yang menutupi lembah menciptakan suasana damai. Banyak peziarah merasa hatinya menjadi lebih ringan dan jiwanya lebih tenang setelah berdoa di tempat ini. Tak heran, banyak yang kembali datang untuk mengulang pengalaman spiritual yang mendalam.
Selain berziarah, pengunjung juga bisa menikmati keindahan alam di sekitar Gunung Muria. Tak jauh dari kompleks makam, terdapat Air Terjun Monthel, destinasi alami yang menyegarkan mata dan pikiran. Suara gemericik air dan udara segar pegunungan menghadirkan suasana relaksasi setelah perjalanan panjang.
Beberapa warung tradisional di sekitar area juga menawarkan sajian khas Kudus seperti wedang jahe, nasi pecel, dan getuk lindri. Menikmati makanan hangat sambil memandangi kabut yang turun perlahan di lereng Muria menjadi momen sederhana namun berkesan.
Dakwah Sunan Muria memberikan banyak pelajaran berharga. Ia mengajarkan bahwa menyebarkan kebaikan tidak harus dengan cara keras atau memaksa. Justru melalui keteladanan, kesabaran, dan kasih sayang, pesan-pesan kebaikan dapat diterima dengan tulus. Nilai-nilai inilah yang membuat ajarannya tetap relevan hingga kini.
Di tengah kehidupan modern yang serba cepat dan penuh tekanan, kisah hidup Sunan Muria mengingatkan kita untuk kembali pada kesederhanaan. Bahwa makna kehidupan sejati terletak pada manfaat yang kita berikan kepada sesama dan ketulusan dalam berbuat baik.
Ziarah ke Makam Sunan Muria bukan sekadar perjalanan ke tempat bersejarah, melainkan perjalanan batin untuk mendekatkan diri pada Tuhan. Udara pegunungan yang sejuk, pemandangan yang indah, dan doa yang tulus membuat pengalaman ini begitu berkesan.
Di lereng Gunung Muria, jejak dakwah Sunan Muria masih hidup melalui masyarakat yang menjaga nilai-nilai luhur peninggalannya. Setiap langkah menuju makam seolah mengajarkan arti kehidupan: bahwa menuju kebaikan memerlukan usaha, kesabaran, dan ketulusan hati. Bagi siapa pun yang mencari kedamaian batin, perjalanan ke Colo selalu menjadi panggilan spiritual yang layak dijalani.