google.com, pub-3613891827740085, DIRECT, f08c47fec0942fa0

Ki Lengser, Penjaga Budaya dan Penghibur dalam Pernikahan Adat Sunda

Ki Lengser, Penjaga Budaya dan Penghibur dalam Pernikahan Adat Sunda

Dalam khazanah budaya Sunda, “Ki Lengser” bukan sekadar tokoh penghibur, melainkan simbol kearifan lokal yang menghubungkan masa lalu dengan masa kini. Sosoknya yang khas dengan gigi ompong, gerakan lucu, dan busana serba hitam (baju kampret, celana pangsi, sarung pinggang, serta totopong/ikat kepala) menjadi ikon tak terpisahkan dalam upacara pernikahan adat Sunda . Ia adalah penghubung spiritual sekaligus pemimpin prosesi yang menjamin kelancaran ritual.

Asal-Usul dan Makna Filosofis Ki Lengser
Ki Lengser berasal dari tradisi Kerajaan Sunda, di mana ia berperan sebagai “tangan kanan” raja (Prabu Siliwangi) yang bertugas menyampaikan amanat penting . Dalam konteks pernikahan, ia mewakili orang tua pengantin untuk menyambut tamu agung, melambangkan penghormatan terhadap leluhur dan keutuhan adat. Agus Obar,  Ki Lengser adalah simbol penasihat yang menyampaikan petuah lewat humor .

Deskripsi Visual dan Karakter Unik
Ciri fisik Ki Lengser dirancang untuk menciptakan interaksi akrab:
– Penampilan : Postur bungkuk, gigi ompong, dan ekspresi jenaka.
– Busana : Baju hitam (kampret), celana pangsi, sarung, serta totopong .
– Gerakan : Tarian khas yang memicu tawa, tetapi sarat makna. Meski terlihat lucu, ia tetap dihormati sebagai tetua adat.

Peran Krusial dalam Prosesi Pernikahan
Ki Lengser adalah pemimpin ritual “Mapag Panganten” (penyambutan pengantin pria). Tahapannya meliputi:
1. Memandu Rombongan : Memberi kode pada panayagan (pemusik), pager ayu (penari), dan punggawa (prajurit) untuk menyambut tamu .
2. Dialog Adat : Berpantun dengan ketua rombongan pengantin pria, diiringi taburan bunga sebagai lambang sukacita .
3. Menghidupkan Suasana : Kehadirannya menjamin acara berlangsung khidmat sekaligus meriah.

Tak hanya di pernikahan, Ki Lengser juga hadir dalam acara resmi seperti penyambutan pejabat atau perpisahan sekolah.

Transformasi Budaya dan Problematika
Di era modern, Ki Lengser menghadapi tantangan:
– Pro-Kontra Sakral vs Hiburan : Adegan “heureuy” (banyolan) antara Ki Lengser dan Ambu (pendampingnya) kerap dinilai terlalu vulgar, seperti adegan joget erotis atau gurauan tak pantas yang mengurangi kesakralan .
– Komersialisasi : Pertunjukan Ki Lengser kadang diubah jadi “tontonan spektakuler” untuk memuaskan permintaan pasar, mengikis makna filosofisnya .
– Solusi : Sanggar Ratna Entertainment menawarkan kompromi: mempertahankan khidmat adat sambil menyisipkan hiburan yang santun. CP. 0815 6109 991 ( Gentar Hadianto)

Upaya Pelestarian dan Adaptasi
– Pasanggiri Kreasi Mapag Panganten : Pemerintah Kota Cimahi menggelar lomba tahunan untuk menginovasi pertunjukan Ki Lengser tanpa menghilangkan pakem adat .
– Edukasi Generasi Muda : Sosok seperti Abah Ook (pemain Ki Lengser sejak 1987) melibatkan anak muda dalam sanggar untuk memahami filosofi Sunda .
– Literasi Budaya : Pengenalan nilai Pancacuriga (metode memahami budaya Sunda) di sekolah diperlukan agar Ki Lengser tak sekadar dianggap “badut”.

Ki Lengser sebagai Living Heritage
Ki Lengser adalah penjaga pintu budaya Sunda. Keberadaannya mengingatkan kita bahwa adat bukan sekadar ritual, tapi nilai hidup tentang kebijaksanaan, penghormatan, dan kebersamaan. Seperti disampaikan budayawan:
“Kalau bukan kita sebagai masyarakat Jawa Barat, siapa lagi yang akan melestarikan Ki Lengser?”

Ki Lengser adalah wajah dinamis budaya Sunda — menghibur tanpa menghilangkan khidmat, berubah tanpa melupakan asal. Melestarikannya berarti menjadikan adat bukan sekadar ritual, tapi napas hidup generasi mendatang.

 

Referensi :
1. Priangan Insider: Makna Ki Lengser
2. InfoGarut: Sosok Aki Lengser
3. Detik: Prosesi Mapag Panganten
4. Kompasiana: Problematika Lengser Ambu

Foto – Foto Milik Bapak Gentar Hadianto

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *